Singapura Bantah Tersangka Rp 37 T Sembunyi di Negaranya, Ini Kata Polri

Rabu, 26 Februari 2020 | 12:31:52 WIB
Singapura Bantah Tersangka Rp 37 T Sembunyi di Negaranya, Ini Kata Polrii Foto: Kabareskrim Komjen Listyo Sigit

GENTAONLINE.COM - Pemerintah Singapura membantah buronan kasus korupsi Rp 37 triliun, Honggo Wendratno, sembunyi di negaranya. Kabareskrim Polri Komjen Kistyo Sigit  menanggapi santai bantahan Pemerintah Singapura. "Ya nanti kita lihat saja, tunggu waktunya," kata Sigit di Gedung Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2020).


Sebelumnya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Singapura membantah Honggo Wendratno ada di negaranya. Pemerintah Singapura menyangkal pernyataan Sigit saat RDP di DPR.


"Menurut catatan imigrasi kami, Honggo Wendratno tidak ada di Singapura. Hal ini telah disampaikan kepada pihak berwenang Indonesia pada beberapa kesempatan sejak tahun 2017. Tidak ada catatan Honggo yang memegang permanen residen Singapura," kata Kemlu Singapura sebagaimana dilansir di akun resmi Facebooknya, hari ini.


Singapura menyatakan akan memberikan bantuan yang diperlukan untuk Indonesia dalam kasus ini. "Jika Singapura menerima permintaan dengan informasi konkret melalui saluran resmi yang sesuai dan itu berada dalam jalur hukum dan kewajiban internasional kami untuk melakukannya," ujarnya.

 

Kasus korupsi RP 37,8 triliun terjadi di PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI). Saat ini ada 3 terdakwa yaitu mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono. Keduanya sedang diadii di PN Jakpus. Adapun Direktur Utama PT TPPI, Honggo Wendratno hingga kini masih buron.

 

Mereka bertiga didakwa korupsi secara bersama-sama merugikan negara USD 2,7 miliar atau setara atau setara Rp 37,8 triliun (kurs Rp 14 ribu) di kasus kondensat TPPI. Raden tidak menerima tuduhan itu karena ia menjalankan kebijakan negara atas perintah Jusuf Kalla yang saat itu menjadi Wapres, dan tidak makan uang sepeser pun dari kebijakan itu.

 

"Latar belakang dilaksanakannya rapat yang dipimpin Wapres Bapak Jusuf Kalla tersebut adalah, PT TPPI suatu perusahaan yang bergerak di bidang migas yang sahamnya mayoritas dikuasai oleh Pertamina dan Pemerintah RI (60 persen), pada saat itu TPPI berhenti berproduksi karena harga outputnya lebih rendah dari harga inputnya," kata kuasa hukum Raden Priyono, Tumpal H Hutabarat.


Jauh sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada 12 Juni 2015 menilai kesalahan ada pada PT TPPI yang tidak melunasi utang. "Yang salah adalah kewajiban TPPI tidak dilunasi. Bukan prosesnya. Jadi ini bisa kalau dibayar segera ya bisa selesai, berarti tidak perlu dipidana. Kan utang piutang ini kan," ujar JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. (dtk)

Tulis Komentar