SIARAN PERS No: 01/TH-LPPHI/VII/2021

LPPHI Telah Daftarkan Gugatan atas Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun PT Chevron Pacific

Rabu, 07 Juli 2021 | 05:54:26 WIB
LPPHI Telah Daftarkan Gugatan atas Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun PT Chevron Pacifici Foto: Anggota Tim Hukum LPPHI Menerima Nomor Register Perkara di PN Pekanbaru, Selasa (6/7/2021).

Pekanbaru--6 Juli 2021 - Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru terhadap PT Chevron Pacific Indonesia, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Pemerintah Provinsi Riau terkait pemulihan pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) tanah terkontaminasi minyak (TTM) di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan. 

LPPHI mendaftarkan gugatan pada Selasa (6/7/2021). Perkara tersebut telah teregister dengan Register Nomor 150/PDT.G/LH/2021/PN.Pbr Tanggal 6 Juli 2021.

LPPHI melalui Wakil Sekretaris, Hengki Seprihadi, Selasa (6/7/2021) menyatakan, gugatan LPPHI ini adalah untuk meminta negara memberikan keadilan atas permasalahan kerusakan hutan dan lingkungan hidup di wilayah kerja Blok Rokan, Provinsi Riau yang selama ini diabaikan oleh Para Tergugat. 

"Bayangkan, setidaknya ada 297 pengaduan anggota masyarakat kepada Pemprov Riau tentang pencemaran yang terjadi pada lahannya yang pasti akan berimbas pada kesehatan biota hayati di sana dan sekitarnya. Tetapi pengaduan itu layaknya seperti mengadu ke angin yang lalu saja, tidak ada upaya pemulihan lingkungan di sana. Masyarakat layak meminta agar negara hadir dalam masalah ini karena menyangkut hajat hidup orang banyak," ungkap Hengki.

Hengki melanjutkan, pihaknya juga melihat pengaduan-pengaduan yang sebegitu banyak tentang rusaknya lahan dan ladang mereka akibat operasi PT Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan, tapi Pemerintah justru lalai, Pemerintah justru abai, Pemerintah justru diam dan tidak menjalankan kewenangan dan tugas yang telah diberikan Negara terkait kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan hidup itu.

Lebih lanjut Hengki menegaskan, Negara harus hadir dan memberikan keadilan atas apa yang telah dirasakan dan diadukan masyarakat Riau ini. 

"Itulah alasan kami mengajukan gugatan ini, yakni untuk meminta Negara melalui Pengadilan untuk memberikan keadilan. Negara melalui pengadilan harus hadir atas apa yang dialami masyarakat Riau ini," ungkap Hengki.

Terkait gugatan tersebut, LPPHI tak tanggung-tanggung menunjuk tiga kantor hukum untuk melayangkan gugatan. Ketiganya yakni Kantor Hukum Josua Hutauruk, S.H. & Rekan, Kantor Hukum Supriadi Bone, SH, C.L.A. & Group dan Firma Hukum Manungkalit Huang & Partner. Ketiga kantor hukum ini melebur menjadi Tim Hukum LPPHI.

Tim Hukum LPPHI terdiri dari tujuh advokat yakni Josua Hutauruk, S.H., Supriadi, S.H, C.L.A., Tommy Freddy M, S.H., Amran, S.H, M.H., Muhammad Amin, S.H., Nelli Wati, S.H. dan Perianto Agus Pardosi, S.H.

Ketua Tim Hukum LPPHI, Josua Hutauruk menerangkan, gugatan yang diajukan berdasarkan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan masing-masing tergugat yang telah merugikan masyarakat Provinsi Riau khususnya di Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kota Pekanbaru.

Josua juga membeberkan dalam gugatannya beberapa kewajiban yang tidak dijalankan oleh masing-masing para tergugat tersebut, padahal Undang Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta turunan-turunannya, Undang Undang Kehutanan beserta turunannya, serta Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah beserta turunannya, dengan tegas mewajibkan hal itu bahkan memberi kewenangan yang luas pada para instasi pemerintah yang terkait untuk melaksanakan kewajibannya itu.

"Jadi kami menggugat agar Negara dalam hal ini Pengadilan cq. Majelis Hakim memberi keadilan distributif dengan menghukum para Tergugat untuk melaksanakan aturan yang ada guna memulihkan pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun akibat operasi PT CPI. Kami juga meminta agar pemerintah dihukum untuk segera membuka kepada masyarakat hasil audit lingkungan hidup Blok Rokan tahun 2020," ungkap Josua.

"Adalah suatu antinomi yang sudah diakui secara universal, negara membuat hukum, tetapi negara sendiri harus tunduk pada hukum yang dibuatnya itu," pungkas Josua.(*)

Rilis :Tim Hukum LPPHI
Email: timhukum.lpphi@gmail.com
Mobile: +62823-9251-0258  +62 812-7530-906

Tulis Komentar