Dalami Suap Bansos, KPK Periksa Dirjen Kemensos

Senin, 21 Desember 2020 | 12:18:45 WIB
Dalami Suap Bansos, KPK Periksa Dirjen Kemensosi Foto: Juru Bicara KPK Ali Fikri

GENTAONLINE.COM -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Dirjen Linjamsos Kemensos) Pepen Nazaruddin. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.

 

"Diperiksa terkait tindak pidana suap dalam pengadaan bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (21/12). Ali mengatakan, keterangan Pipin diperlukan guna melengkapi berkas perkara tersangka Juliari Batubara. Kendati demikian, masih belum diketahui apa yang akan digali dari Pepen oleh tim penyidik lembaga antirasuah tersebut.

 

KPK sebelumnya sempat menyatakan akan menelusuri pihak-pihak yang diduga turut menikmati aliran suap pengadaan bansos Covid-19 ini. Lembaga yang didirikan pada 2003 lalu ini mengaku telah menggandeng PPATK dan perbankan guna menelusuri aliran dana dan transfer terkait suap tersebut.

 

Seperti diketahui, perkara suap bansos Covid-19 telah mentersangkakan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Politikus PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).

 

KPK menduga Mensos menerima suap Rp 17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.

 

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

 

Menteri Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.(rep)

 

Tulis Komentar