Eks Karyawan Bank Riau Kepri Ungkap Misteri Raibnya Draf RUPS Dana Pensiun Direksi

Senin, 26 Oktober 2020 | 13:37:52 WIB
Eks Karyawan Bank Riau Kepri Ungkap Misteri Raibnya Draf RUPS Dana Pensiun Direksii Foto: Gedung Bank Riau Kepri di Jalan Sudirman, Pekanbaru.

GENTAONLINE.COM - Bank Riau Kepri (BRK) kembali masuk kedalam pusaran kasus dugaan penyelewengan. Kali ini mantan karyawan Bemi Hendrias yang membuka borok bank plat merah ini.

Melalui sebuah unggahan di facebook miliknya, Bemi membongkar dugaan penghilangan dokumen hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 2008 silam, terkait revisi dana pensiun karyawan dan direksi BRK.

Revisi dana pensiun perlu dilakukan untuk mengatasi kesenjangan dana pensiun antara Direksi yang menerima Rp18-Rp20 juta setiap bulannya, pemegang saham menerima Rp5 juta setiap bulannya. Sedangkan karyawan ada yang hanya menerima Rp100 ribu saja.

Akibatnya, pembiayaan dana pensiun direksi jadi membengkak. Penghilangan data hasil keputusan RUPS yang diduga melibatkan keterlibatan Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko, Eka Afriadi yang dulunya menjabat sebagai Pimpinan Divisi Kepatuhan, BRK harus menanggung biaya pensiun direksi mencapai Rp37 Miliar lebih.

Kepada Gentaonline.com Bemi menceritakan awal mula persoalan dana pensiun yang menjadi perhatian pemegang saham BRK itu.

Medio 2008 itu BRK masih dipimpin Erzon sebagai Direktur Utama dan Wan Marwan sebagai Direktur Operasional dan Sarjono sebagai Direktur Kepatuhan dan memiliki bawahan Eka Afriadi.

"Menjelang pak Ezon pulang haji saya di panggil menghadap bapak Wan Marwan ke ruangannya. Di ruangan tersebut saya di suruh sampaikan kepada pak Erzon agar bahan RUPS yang memuat tentang besaran pensiun yang dianggap tidak normal dan menyedot dana Bank Rp37,6 miliar tidak dijadikan bahan," ungkap Bemi.

Setelah mendapat perintah itu, Bemi.langsung terbang ke Jakarta menyambut kepulangan Erzon yang pulang haji.

"Saya pun terbang ke jakarta menyambut kepulangan Pak Erzon dan menyampaikan keinginan dan pesan pak Wan Marwan tersebut. Di Jakarta pak Erzon mengatakan bahwa beliau bersedia menghapus bahan tersebut dengan catatan ada jalan tengah yang disepakati nanti," paparnya.

Singkat cerita kata Bemi, dilakukanlah Pra RUPS di hotel Aryaduta, Pekanbaru.

Namun di dalam pra RUPS tidak ditemukan kata mufakat. "Celakanya, bahan RUPS tentang besaran dana pensiun sudah saya hapus," cetusnya.

Mendapati bahan RUPS telah di hapus, Bemi mengaku dipanggil oleh salah seorang Komisaris ketika itu.

"Sesampainya di Batam saya dipanggil oleh Pak Juni Safrin Yahya selaku Komisaris. Beliau katakan pada saya di Novotel Batam untuk kembali memasukkan masalah pensiun tersebut atau saya dianggap turut serta memperkaya orang lain," ungkap Bemi lagi.

Mendapat perintah komisaris, Bemi langsung membuat ulang bahan RUSP yang sebelumnya telah dihapus tersebut.

"Saya dan staf perencanaan segera memasukkan dan mencetak ulang bahan RUPS tersebut. Dan di bawa ke dalam RUPS. Dalam ruangan RUPS pada tanggal 27 Desember 2008 yang selesainya tanggal 28 Desember tersebut pak Gubernur Riau dan beberapa Bupati marah kena menganggap dana pensiun itu tidak wajar, pensiun seorang direktur berkisar 18-20 juta perbulan sedangkan pensiun pemegang saham hanya 5 juta," tukasnya.

Setelah menjadi pembahasan, akhirnya RUPS menyepakati draf baru atau revisi besaran pensiun di BRK.

"Pada malam itu di sepakati besaran pensiun direksi di turunkan maksimal 9 juta rupiah. Kesepakatan itu di tanda tangani oleh seluruh pemegang saham. Bahkan draf akta yang di kirim oleh saudari Nana Karyawan Notaris Yondri Darto SH MH kepada saya juga masih tertera revisi dana pensiun itu," tegasnya

Keanehan muncul ketika akta RUPS yang di terbitkan oleh Kemenkumham didapati kesepakatan pensiun tersebut hilang tanpa jejak. Padahal selisih uang pensiun tersebut sempat di potong dan dimasukkan kerekening penampungan.

"Sungguh aneh kemudian ada seorang komisaris mengatakan tidak bisa merubah besaran pensiun. Walau saya tau proses pensiun harus dibawa dalam persetujuan RUPS,"

"Ternyata setelah saya telusuri divisi kepatuhan dan hukum yang mengurus akta ke Kemenkumhan lah yang menghilangkan data tersebut. Ini jelas tindakan yang merugikan atau memperkaya orang lain," jelasnya.

Oleh sebab itu, Bemi berharap kasus ini dapat ditangani oleh pihak penegak hukum, agak Bank plat merah tersebut tumbuh secara sehat.

"Niat pak Erzon itu baik untuk mengatasi kesenjangan tunjangan. Namun akibat kebijakan tersebut di teruskan dan mengabaikan keputusan RUPS sejak tahun 2008 karyawan yang diterima bekerja diatas tahun tersebut hanya menerima uang tolak. Jika di butuhkan oleh aparat saya siap dan bersedia menjadi saksi," tuturnya.

Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko, Eka Afriadi saat dikonfirmasi persoalan ini enggan berkomentar. Telepon ataupun pesan WhatsApp tidak ditanggapi.(cakaplah)

Tulis Komentar