Menkumham Bahas Revisi UU KPK di Konvensi Antikorupsi PBB

Rabu, 18 Desember 2019 | 13:19:43 WIB
Menkumham Bahas Revisi UU KPK di Konvensi Antikorupsi PBBi Foto:

GENTAONLINE.COM -- Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, menyampaikan komitmen Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, ia juga menyampaikan, pemerintah Indonesia memberikan dukungan terhadap posisi bersama dari Grup Asia-Pasifik, Gerakan Non-Blok dan Group 77 dalam memerangi tindak pidana korupsi.


"Saat ini Indonesia pada tahap finalisasi penyelesaian Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan menggantikan KUHP peninggalan masa kolonial," jelas Yasonna di Conference of State Parties (CoSP) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, berdasarkan keterangan persnya, Selasa (17/12).


Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Itu dilakukan sebagai bagian dari tindak lanjut atas ditetapkannya Rencana Aksi Nasional dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2012-2025.


Menkumham juga menjelaskan, Pemerintah RI belum lama ini telah menetapkan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai upaya meningkatkan efektivitas pencegahan tindak pidana korupsi. Menurutnya, revisi atas UU KPK ini memasukkan beberapa ketentuan baru antara lain memperkuat fungsi pencegahan KPK.


"Kemudian memastikan kesesuaian proses hukum yang dilakukan KPK dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan meningkatkan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses penyidikan suatu perkara tindak pidana korupsi," terangnya. Dalam kerangka penegakan hukum, khususnya terkait kejahatan transnasional, Indonesia menekankan pentingnya kerja sama internasional, termasuk mengenai pemulihan aset. Indonesia baru saja menandatangani perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Rusia.


"Sehingga Indonesia kini memiliki 11 perjanjian MLA baik yang bersifat bilateral, regional, maupun internasional," jelasnya.Ia menyampaikan, ada beberapa tantangan yang dihadapi saat ini. Beberapa antangan itu, ialah kurangnya dukungan dan kemauan politik, perbedaan sistem hukum, dual criminality dan keterbatasan waktu yang dihadapi oleh negara peminta bantuan kerja sama dari negara-negara lainnya.


"Dari negara-negara lainnya untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang asetnya dilarikan ke negara tersebut," kata dia. (rep)

Tulis Komentar