ICW: Kasus Novel Bukan Pidana Biasa

Kamis, 12 Desember 2019 | 10:15:15 WIB
ICW: Kasus Novel Bukan Pidana Biasai Foto:

 GENTAONLINE.COM -- Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan, terkait kasus Novel Baswedan, pihak kepolisian harus membuktikan ke masyarakat bisa menyelesaikan kasus tersebut. Sebab, menurut dia, kasus ini bukan kasus pidana biasa.

"Sebenarnya di wilayah penegak hukum, kami sendiri tidak bisa intervensi dan tidak tahu prosesnya karena sifatnya rahasia. Menurut saya, buktikan sajalah dan sampaikan ke masyarakat tentang kasus Novel Baswedan. Beberapa kali katanya ada petunjuk, tapi tidak selesai juga kasusnya," katanya saat dihubungi Republika, kemarin.

Kemudian, menurut dia, kasus penyiraman air keras Novel Baswedan ini terencana dan terdapat motif tertentu karena sampai saat ini pun kasusnya masih mengambang. Terdapat tim teknis yang menelusuri kasus tersebut, tetapi nyatanya sampai saat ini tidak ada hasil.

Dia mengatakan, masyarakat hanya ingin mengetahui apa motif di balik penyiraman air keras Novel Baswedan. Terlebih, waktu penelusuran kasus ini tergolong lama tanpa ada kejelasan. Ia mengkhawatirkan, tidak selesainya kasus tersebut menjadi inspirasi pihak lain untuk melakukannya juga. “Polisi pasti profesional dan Presiden Jokowi juga memantau kasus tersebut. Jadi, tidak ada alasan kalau kasus ini tidak terungkap dan selesai,\" kata dia.

Kepala Divisi Advokasi YLBHI Mumammad Isnur juga meminta konsistensi Presiden Joko Widodo berkenaan dengan penyelesaian kasus Novel Baswedan. Hal tersebut dia ungkapkan usai Jokowi meminta kepolisian untuk segera mengungkap kasus penyiraman terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

"Kami mendesak agar Presiden konsisten dengan ucapannya sendiri yang sebelumnya jelas memberikan tenggat, ini nampak seperti tidak memiliki ketegasan dengan mengubah keterangannya," Muhammad Isnur di Jakarta, Rabu (11/12).

Dia berpendapat, pengungkapan kasus Novel berjalan sangat lambat. Ia mengingatkan, kasus penyiraman air keras itu sudah terjadi lebih dari 973 hari sejak kejadian 11 April 2017 lalu.

Isnur menambahkan, hingga kini kepolisian belum juga dapat menguak kasus penyiraman air keras tersebut. Padahal, lanjut dia, menurut Laporan Pemantauan Komnas HAM bahwa ini perkara yang mudah untuk diungkapkan.

Dia mengatakan, masyarakat Indonesia sudah sangat berharap dan menunggu kapolri serta kabareskrim baru segera membongkar penyerangan itu. Dia mengatakan, kepercayaan publik sudah tergerus dan hilang karena aparat sangat lambat dalam pengungkapan perkara tersebut. "Artinya, ini sangat berbahaya bagi penegakan dan muruah hukum di Indonesia," kata Isnur. n Haura Hafizhahed: fitriyan zamzami.(rep)

Tulis Komentar